Labuha, Halmahera Selatan, 16 Juli 2025 , MolokuNews.com – Pasca operasi penertiban dan penutupan aktivitas tambang rakyat ilegal yang dilakukan oleh Polda Maluku Utara bersama Polres Halmahera Selatan beberapa bulan lalu, kini muncul persoalan baru di kalangan masyarakat penambang emas di wilayah Kabupaten Halmahera Selatan (Halsel). Salah satu sorotan utama datang dari LSM Komunitas Cinta Bangsa Indonesia (KCBI) Cabang Halsel, yang menilai bahwa ketidakpastian terkait pengurusan izin tambang rakyat dapat menimbulkan praktik-praktik penyimpangan yang merugikan masyarakat lokal.
Salah seorang penambang rakyat yang enggan disebutkan namanya mengaku kecewa dengan penutupan tambang oleh aparat penegak hukum, yang selama ini menjadi sumber penghidupan utama bagi banyak keluarga. “Kami mencari nafkah di tambang itu. Bukan hanya sekadar menggali emas, tapi itu penghidupan kami. Sekarang semua ditutup dan kami tidak tahu nasib ke depan,” ucapnya kepada tim redaksi MolokuNews.
Menurut penambang tersebut, setelah penutupan tambang, Pemerintah Kabupaten Halmahera Selatan pernah berjanji akan memfasilitasi proses legalisasi melalui pengurusan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) sebagai dasar untuk memperoleh Izin Pertambangan Rakyat (IPR). Namun, hingga saat ini—setelah hampir empat bulan—janji tersebut belum ada kejelasan maupun tindak lanjut nyata di lapangan.
“Kami hanya dijanjikan. Tapi sampai sekarang belum ada sosialisasi resmi ataupun pertemuan dengan masyarakat penambang. Malah yang muncul justru para calo yang katanya bisa bantu urus izin, tapi minta dana dari masyarakat. Ini bikin kami bingung dan khawatir ditipu,” ungkapnya.
Kondisi ini diperparah dengan maraknya praktik pungutan liar yang mengatasnamakan pengurusan izin tambang. Beberapa oknum bahkan mulai mempengaruhi kepala desa dan aparat kecamatan yang desanya memiliki potensi tambang rakyat, agar mengumpulkan dana dari para penambang. Namun sayangnya, meskipun dana telah dikumpulkan, tidak ada progres konkret ataupun kepastian hukum bagi para penambang.
LSM KCBI Cabang Halmahera Selatan menyatakan sikap tegas terhadap fenomena ini. Ketua LSM KCBI Halsel, Ruslan Waisamola, mengungkapkan bahwa pihaknya tengah memantau serius segala bentuk aktivitas pengumpulan dana ilegal berkedok pengurusan izin tambang. Ia menegaskan bahwa apabila ditemukan unsur pidana seperti penipuan, maka pihaknya tidak segan akan melaporkan para pelaku kepada aparat penegak hukum (APH).
“Kami telah turun ke lapangan dan melakukan investigasi. Fakta yang kami temukan menunjukkan bahwa dana yang diminta kepada penambang untuk pengurusan izin tambang rakyat sangat fantastis, yakni mencapai tiga hingga lima juta rupiah per orang. Ini sangat tidak masuk akal dan kami duga ada praktik manipulatif oleh oknum tertentu,” ujar Ruslan dalam keterangannya kepada media.
Ia juga menambahkan bahwa seharusnya proses pengusulan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) dan penerbitan Izin Pertambangan Rakyat (IPR) merupakan tanggung jawab dan kewenangan pemerintah daerah. Jika ada pihak luar, termasuk aparat atau oknum pemerintah desa, yang memungut biaya tanpa dasar hukum, maka tindakan tersebut harus segera dihentikan dan diproses secara hukum.
Ruslan berharap agar pemerintah daerah segera turun tangan dan melakukan klarifikasi kepada masyarakat penambang, termasuk transparansi dalam proses pengusulan WPR agar tidak dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang ingin mencari keuntungan pribadi.
“Kami akan terus mengawal isu ini dan mendorong aparat hukum untuk bertindak bila ditemukan pelanggaran. Jangan sampai masyarakat kecil, yang hanya ingin hidup layak dari tambang, justru jadi korban penipuan oleh oknum tak bertanggung jawab,” tegasnya.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada pernyataan resmi dari Pemerintah Kabupaten Halmahera Selatan terkait kelanjutan proses legalisasi tambang rakyat maupun dugaan pungutan liar di tengah masyarakat penambang.
Redaksi: Mito | MolokuNews
Editor: Win
