Oktober 28, 2025
IMG-20250715-WA0020

Oleh:Sahib Munawar.S.Pd,I.M.Pd

Molokunews.com – Ada Anggapan bahwa Filsafat adalah ilmu yang rumit dan begitu sulit untuk Dipelajari. Filsuf pun juga orang yang bergelut dengan filsafat seringkali menggunakan dengan bahasa alien seperti kata-kata dan teori yang sulit dipahami oleh kaum awam.

Belajar filsafat itu tidak menjanjikan pekerjaan yang jelas sebab filsafat itu sesat dan menyebalkan untuk mempelajarinya akan mengantarkan seseorang pada jurang kesesatan, murtad dan bahkan kafir.

Citra buruk yang muncul bahwa Filsafat Islam itu bercitra sulit dipelajari pada dasarnya itu terjadi karena filsafat Islam efek diasingkan dari realitas peradaban Islam.

Masih ada juga kelompok masyarakat Muslim yang memvonis bahwa Filsafat Islam haram dipelajari sebab akan mengotak atik bangunan iman mapan yang sudah ada. Dikhawatirkan akan menjerembabkan pembaca atau pelajarnya ke dalam lembah kekafiran. Kalau seandainya sedari awal dipelajari dan dikaji seperti ilmu ilmu yang lain niscaya tuduhan tersebut dapat terkikis. Demikian juga jika diperpanjang sungguh terdapat sekian deretan pertanyaan bahkan debat kusir yang tidak ada habisnya.

Sangahan kaum Salafi Terhadap Filsafat dan Melalui ilmu filsafatlah intervensi pemikiran asing masuk dalam Islam.

Tidaklah heran muncul ideologi Filsafat dan pemikiran yang serupa dengannya kecuali setelah umat Islam mengadopsi dan menerjemahkan ilmu ilmu yang berasal dari Yunani Aristoteles melalui kebijakan pemerintahan di bawah kendali Al-makmûn masa itu.

Ulama Salafi seperti Ibnul Jauzi mengatakan bahwa sumber intervensi pemikiran dalam ilmu dan akidah adalah berasal dari filsafat adalah sejumlah orang dari kalangan ulama kita belum merasa puas dengan apa yang telah dipegangi oleh Rasulullah SAW yaitu merasa cukup dengan Al- Quran dan Sunnah.

Mereka sibuk dengan mempelajari pemikiran pemikiran filsafat. Dan terus menyelami ilmu kalam yang menyeret mereka kepada pemikiran yang buruk yang pada gilirannya merusak akidah. Ibnu Rajab mengatakan bahwa Jarang sekali orang mempelajarinya (Ilmu kalam dan filsafat) kecuali akan terkena bahaya dari mereka.

Menurut Hemat saya, seberapa bahayanya orang untuk mempelajari Filsafat sehingga atas sangahan kaum Salaf bagi orang yang mempelajari Filsafat akan terjerumus dalam kesesatan, bukankah Filsafat itu melati otak kita untuk berpikir logis dan dapat Diterima sesuai dengan akal sehat yang itu bersumber langsung dari Tuhan supaya tidak terjebak pada fatalisme Agama dan keyakinan buta, justru ini lebih sesat dari pada mempelajari Filsafat.

Bantahan atas sangahan kaum Salaf dengan Argumentasi yang logis. Filsafat pada asalnya dari Yunani Philein dan Sophos. Kemudian orang Arab menyesuaikan dengan bahasa mereka falsafah atau falsafat dari akar kata falsafa yufalsifu falsafatan wa filsafan dengan akar kata wazan fa’lala.

Musa Asy’arie menambahkan dengan penjelasan bahwa hakikat filsafat Islam adalah filsafat yang bercorak Islami yang dalam bahasa Inggris dibahasakan menjadi Islamic Philosophy bukan the Philosophy of Islam yang berarti berpikir tentang Islam.

Filsafat Islam adalah berpikir bebas, radikal (radix) yang berada pada taraf makna yang mempunyai sifat, corak dan karakter yang dapat memberikan keselamatan dan kedamaian hati.

Dengan demikian Filsafat Islam tidak netral melainkan memiliki keberpihakan kepada keselamatan dan kedamaian.

Menurut Al Farabi dalam kitabnya Tahshil as- sa adah bahwa Filsafat berasal dari Keldania yaitu Babilonia kemudian pindah ke Mesir lalu pindah ke Yunani dan Suryani dan akhirnya sampai ke Arab. Filsafat pindah ke negeri Arab setelah datangnya Islam. Karena itu filsafat yang pindah ke negeri Arab ini dinamakan filsafat Islam. Walaupun di kalangan para sejarawan banyak yang berbeda pendapat dalam penamaan filsafat yang pindah ke semenanjun Arab.

Sebenarnya minat para pemikir Islam Terhadap Filsafat , itu sudah ada pada zamn Klasik dan merupakan bidan Studi ilmu pengetahun di zaman Dinasty Umayyah kota Damaskus dan gelombang Hellenisme sudah nampak sejak penerjemahan karya karya yunani ke dalam bahasa Arab, Salah satunya adalah Khalid bin Yazid Al Umawi 84 H/704 M, seorang putra Khalifah yang sangat meminati pada kajian Filsafat.

Bahkan hal ini sudah keluar Ekspansinya ke kaluar Arab, seperti, Persia, Mesir,Afrika Utara dan Andalusia ( Spanyol).

Hal ini bahwa fakta sejarah menunjukkan pada kita, bahwa Islam tidak hanya mampu Mentranfer ilmu dan Filsafat dari asing, khususnya Yunani dan Romawi akan tetapi mampu mengembangkan dan menyusung teori teori baru yang secara Orisinil yang itu Ditemukan dari pemikir pemikir yang lahir dari Islam itu sendiri.

Oleh Karena itu di zaman Dinasty Umayyah di spanyol dan Abbasiyah di Bahdad ( Irak) antar timur dan barat telah lahir para ilmuan dan Filosuf muslim yang sangat berkontribusi dibidangnya.

Sangat banyak kacamata sinis memandang sebelah mata terhadap pemikiran Timur sebagai bukan filsafat melainkan sebagai Agama karena dianggap terlampau transenden, surealis, tidak logis dan sangat irasional tidak sistematis dan tidak kritis.

Jika pandangan itu datang dari Lensa Barat dan bahkan kelompok Islam sendiri tentu adalah pertanyaan lugu segera bisa kita ketengahkan.

Apakah kriteria radikal (berpikir secara mendalam dan tuntas), sistematis, dan kritis memang berasal dari dan hanya bisa dilakukan oleh Barat? Logika paralel yang bisa diketengahkan adalah: apakah teori emanasi (faidl) al-Farabi, teori iluminasi (isyraq) Suhrawardi, konsepsi safar-nya Mulla Shadra yang ternyata tidak jauh beda dengan pemikiran dan ajaran Buddha, Konfusius, dan Lao Tzu tidak termasuk filsafat?

Inilah yang kemudian layak disangsikan, karena memang seringkali kategorisasi filsafat dan bukan filsafat ditentukan oleh Barat yang cenderung selalu memaksakan kriteria-kriterianya terhadap Timur. Padahal, kita tahu al-Kindi, ar-Razi, al-Farabi, dan Ibnu Sina telah jauh menggumuli masalah klasik perbedaan antara esensi dan eksistensi ketika masyarakat dunia barat masih belum banyak berkembang.

Sangat banyak kacamata sinis memandang sebelah mata terhadap pemikiran Timur sebagai bukan filsafat melainkan sebagai Agama karena dianggap terlampau transenden, tidak logis dan sangat irasional tidak sistematis dan tidak kritis.

Jika pandangan itu datang dari Lensa Barat dan bahkan kelompok Islam sendiri tentu adalah pertanyaan lugu segera bisa kita ketengahkan.

Apakah kriteria radikal (berpikir secara mendalam dan tuntas) sistematis dan kritis memang berasal dari dan hanya bisa dilakukan oleh Barat? Logika paralel yang bisa diketengahkan adalah bahwa apakah teori emanasi faidlnya al Farabi teori iluminasi Isyraq nya Suhrawardi, konsepsi safarnya Mulla Shadra yang ternyata tidak jauh beda dengan pemikiran dan ajaran Buddha, Konfusius, dan Lao Tzu tidak termasuk filsafat?

Inilah yang kemudian layak disangsikan, karena memang seringkali kategorisasi filsafat dan bukan filsafat ditentukan oleh Barat yang cenderung selalu memaksakan kriteria kriterianya terhadap Timur. Padahal, kita tahu filsuf seperti al Kindi, ar Razi, al Farabi dan Ibnu Sina telah jauh menggumuli masalah klasik perbedaan antara esensi dan eksistensi ketika masyarakat dunia barat masih belum banyak berkembang.

Maka menurut hemat saya, jangan kita langsung dengan mudah mencap kafir dan sesat pada filsuf muslim, yang jauh lebih dulu belajar dan mendalami filsafat , justru mereka lebih memperkuat iman Keislaman itu sendiri, seperti Pernyataan Ibnu Sina. Tidak mudah dan sepele untuk menyebut saya zindik, sebab tidak ada keyakinan dalam Agama yang lebih kuat dari keyakinan saya sendiri. Tambahan Ibnu Sina bahwa saya adalah orang yang unik diseluruh dunia dan jika saya seorang zindik, maka tidak ada satu pun muslim di dunia ini.

Hanya ada dalam dunia Syiahlah filsafat Ibnu Sina sebagaimana yang di sentilkan oleh Suhrawardi dikawinkan dengan pemikiran pemikiran gnostik Ibnu Arabi dan Diintergrasikan oleh Mulla sadra ke dalam Perspektif Intlektual Syiah, hingga sampai saat ini yang menjadi Tradisi yang hidup di Persia/Irak dan Iran.

Terakhir dari tulisan gila ini saya meminjam apa yang dikatakan oleh Albert Camus bahwa Ketidaktahuan menjadi sumber kesalahpahaman terhadap filsafat.

 

( Sahib Munawar.S.Pd,I.M.,Pd)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *